Nah ini nih tulisan kedua ku (Seingetku) wahai sahabat Embuhhh!!! Semoga bisa membuat hidup kalian lebih Embuh. Ini ceritanya ga jauh beda dengan post pertamaku. Ini dulu mau kuikutkan dalam sebuah lomba akbar antar RT ehh tapi telat deadline hikss (sini peluk papahh). Nah intinya ini aku pengen share aja buat pelajaran kalau mau ikut kontes menulis liat tanggal deadlinenya ya jangan lupa (titik dua bintang). Muehehehehe.
First love aku pada dunia relawan itu
ketika aku mulai dipercaya sekolah untuk ikut lomba yang berbau dengan
Kepalangmerahan. Selain itu aku juga merasa bangga dengan tanggal lahir aku
yang sama dengan mbahu rekso Kepalangmerahan
kita, Henry Dunant :D. Banyak orang yang menilai aku sebagai master PMR, jadi
tiap ada apa-apa mengenai masalah kesehatan
aku dengan sok taunya memberi tahu mereka dan lebih mengenaskannya lagi
mereka percaya aja tanpa sebuah perlawanan yang berarti. *kejamm yaaa u,u. Sampai
pada akhirnya aku sadar dengan apa yang telah kubangga-banggakan selama ini
hanyalah kebusukan semata. Ya kejadian itu, kejadian yang gak akan pernah
kulupakan sampai aku mampus nantinya.
Sore itu yang
sangat cerah, dalam keadaan yang terburu-buru aku melihat kecelakaan. Aku
berhenti sejenak untuk melihat situasi yang langka itu, tapi entah kenapa waktu
itu badan ini menjelma menjadi patung hidup, tak bisa bergerak, tak berdaya
melihat korban yang berlumuran darah setelah terbentur kerasnya aspal. Sampai
akhirnya aku meninggalkan korban begitu saja diantara kerumunan massa yang juga
tak mampu berbuat apa-apa. Sampai akhirnya kabar itu sampai pesan masuk ponsel aku
yang sempat membuat depresi berhari-hari. Ya Eka Fitriani, sahabat kecil aku
dari SD sampai SMP dikabarkan telah meninggal dalam kecelakaan, dan parahnya
lagi tepat dimana aku menjadi patung hidup tadi. WHATT THE HELLL??? PMR???
Ketua PMR???? Master PMR??? Dimana kata-kata itu berada saat kejadian??? Persetan
dengan apa yang telah kubangga-banggakan selama ini. Ketika aku melihat dengan
mata kepala sendiri, sahabat aku menghembuskan nafas terkhirnya. Mungkin kalau
waktuitu aku tolong dia, mungkin sampai saat saat ini aku masih bisa melihat
senyumannya. Sejak saat itu aku berjanji pada diri aku sendiri, tidak akan
pernah membiarkan adanya korban-korban lain seperti Almh.Eka. Buat sahabatku
Eka, berbahagialah disana dengan penduduk surga.
Jiwa seorang
relawan gak diukur dari banyaknya pengetahuan yang mereka punya, tapi juga
bagaimana dia bertanggungjawab dengan pengetahuannya itu. Masalah muncul lagi,
apa-apaan ini?? Iya waktu itu aku diangkat jadi ketua Angkatan Kabupaten.
Antara sebuah kehormatan dan sebuah kemunafikan. Kalau kehormatan gak perlu
kita bahas lagi disini. Kemunafikan, yaps aku merasa belum pantas menjadi
seorang leader. Memimpin diri sendiri aja masih awut-awutan, bagaimana aku mau
memimpin anak manusia lainnya?
Sampai pada akhirnya aku berada di puncak
kejenuhan yang pernah kualami, kegiatan ke –PMRan mati suri dan aku gak tahu
harus berbuat apa lagi, ditambah tekanan yang silih berganti datang yang
semakin membuatku gila. Anggota yang masih tersisa pun hanya 3 ekor saja. Dan sempat muncul pikiran kotor
untuk resign dari organisasi itu karena pada saat itu aku duduk di kelas 12 SMA
yang menuntut aku untuk fokus kelulusan. Tapi apakah aku harus membiarkan jiwa
pecundang ini terus bertahta?Ahhh bukankah hidup ini buat belajar? Kalau kita
rasain yang enak terus, kapan kita dewasa?
Terimakasih untuk PMR yang telah memberikan
warna dalam kehidupan aku. Kam menyadarkan apa itu tanggungjawab dan
pengabdian. Relawan itu ikhlas mengabdi. Jiwa Relawan adalah sepenuh hati bukan
sepenuh gaji maupun puji *baru sadar.haha
Biodata penulis
Nma :
Romi Suryo Widodo
TTL :
Wonogiri, 08 Mei 1995
Jenis Kelamin :
Pria (100 % tulen)
Alamat :
Griya indah 3 Mapanget, Talawaan, Minahasa Utara, Sulut (sementara)
Alamat
KTP (jatibedug 02/03, Punduhsari, Manyaran, Wonogiri)
Pekerjaan :
Mahasiswa
FB :
Romi Suryo Widodo
Twitter :
@RomiMou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar